4.00
Informasi Kontak
Jalan Bintaran Wetan No.3, Pakualaman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55151, Indonesia
Informasi Detail

Museum Sasmitaloka Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman (bahasa Jawa: Hanacaraka, ꦩꦸꦱꦩ꧀​ꦱꦱ꧀ꦩꦶꦠꦭꦺꦴꦏ​ꦥꦔ꧀ꦭꦶꦩ​ꦧꦼꦱꦂ​ꦗꦼꦤ꧀ꦢꦼꦫꦭ꧀​ꦱꦸꦢꦶꦂꦩꦤ꧀​) adalah museum sejarah dengan koleksi mengenai perjuangan Jenderal Sudirman. Kata sasmita berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “pengingat”, “mengenang”, sedangkan loka berarti “tempat”. “Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman” artinya merupakan tempat untuk mengenang pengabdian, pengorbanan dan perjuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Pada masa Hindia Belanda, gedung ini dipergunakan sebagai rumah dinas Mr. Wijnchenk, seorang pejabat keuangan Pura Paku Alaman. Pada masa pendudukan Jepang, rumah ini dikosongkan dan perabotnya disita. Setelah Indonesia merdeka, selama 3 bulan gedung Ini digunakan sebagal Markas Kompi “Tukul” dari Batalyon. Pada tanggal 18 Desember 1945 sampai tanggal 19 Desember 1948 gedung ini sebagai kediaman resmi Jenderal Sudirman, setelah dilantik menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat.

Pada masa Agresi Militer Belanda II gedung ini digunakan sebagai Markas “Informatie Geheimen Brigade T” tentara Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan RI 27 Desember 1949, gedung ini digunakan sebagai Markas Komando Militer Kota Yogyakarta, Asrama Resimen Infanteri XIII dan Penderita Cacad.

Sejak 17 Juni 1968 sampai 30 Agustus 1982 digunakan sebagai Museum Angkatan Darat. Setelah dipandang gedung dipandang tidak respresentatif untuk museum maka menempati gedung baru di Markas Korem 072/Pamungkas di Jl. Jend. Sudirman 76 dan dipergunakan sebagai memorial museum “Sasmitaloka Pangliam Besar Jenderal Soedirman, berdasarkan Surat Keputusan Kasad No.: Skep/574/VII/1982.

Pada tanggal 30 Agustus 1982 bersamaan dengan peresmian Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama, diresmikan pula Museum Sasmita Loka Pangsar Jenderal Soedirman ini oleh Kasad Jenderal TNI Poniman.

Sejarah Singkat
Museum Panglima Besar Jenderal Sudirman terletak di Jalan Bintaran Wetan 3, Yogyakarta. Pada masa kolonial Belanda, gedung ini dipergunakan sebagai rumah dinas pejabat keuangan Puro Paku Alam VII. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini dikosongkan dan perabotnya disita. Setelah Indonesia merdeka digunakan sebagai Markas Kompi ‘Tukul’ Batalion Letkol Soeharto. Sejak 18 Desember 1945 sampai 19 Desember 1948 difungsikan sebagai kediaman resmi Jenderal Sudirman, setelah dilantik menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat.

Pada masa Perang Kemerdekaan menghadapi Agresi Militer Belanda II, gedung ini digunakan sebagai Markas Informatie voor Geheimen Brigade T tentara Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949 difungsikan sebagai Markas Komando Militer Kota Yogyakarta. Selanjutnya digunakan sebagai asrama Resimen Infanteri XIII dan Penderita Cacat. Sejak 17 Juni 1968 sampai 30 Agustus 1982 difungsikan sebagai Museum Angkatan Darat. Peresmian Museum Sasmitaloka Pangsar Jenderal Sudirman dilakukan oleh Kasad Jenderal TNI Poniman pada tanggal 31 Agustus 1982.

Sudirman lahir pada Senin Pon 24 Januari 1916 di Dukuh Rembang, Bantarbarang, Purbalingga. Pendidikan umum Hollandsch-Inlandsche School, Cilacap, tamat 1931. Melanjutkan ke Taman Siswa dan MULO Wiworotomo, Cilacap, tamat 1934 dan HIK Muhammadiyah, Solo. Saat di MULO ini, Sudirman dididik oleh Suwardjo Tirtosupono, lulusan Akademi Militer Breda Belanda, yang tidak ingin dilantik sebagai Opsir KNIL, tetapi memilih terjun ke pergerakan nasional. Pendidikan militer ditempuh di Pusat Pendidikan Perwira PETA Jawa Boei Giyugun Kanbu Renseitai, Bogor, sebagai Daidancho (Danyon).

Kepemimpinan dan kepribadian Sudirman teruji di Kepanduan Hizbul Wathon Muhammadiyah, Cilacap. Sudirman disegani oleh masyarakat sehingga dipercaya memimpin Kepanduan Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah, dan Priangan Timur. Karier Sudirman semakin cemerlang, sehingga dipercaya menjadi Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah, guru dan Kepala HIS.

Sudirman muda bertemu dengan Alfiah saat sekolah di MULO. Keduanya sama-sama aktif di Organisasi Pemuda Muhammadiyah. Tahun 1936 Sudirman menikah dengan Alfiah, putri R. Sastroatmodjo, sosok pedagang yang disegani di daerah Plasen, Cilacap. Keluarga Sudirman yang sederhana dan harmonis dikaruniai 4 putri dan 3 putra.

Sebagai Komandan Divisi V/TKR Purwokerto, Kolonel Sudirman terjun langsung memimpin anak buah ke gelanggang pertempuran Ambarawa. Dengan taktik Mangkara Yuddha (Supit Urang), selama 4 hari 4 malam Kolonel Sudirman melawan tentara Sekutu yang bersenjata lengkap dan modern. Sekutu berhasil dipukul mundur tanpa sempat menyelamatkan mayat-mayat serdadunya. Palagan Ambarawa merupakan pertempuran heroik yang dimenangkan bangsa Indonesia setelah kemerdekaan.

Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Pemerintah RI menyerah dan ibukota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda disikapi dengan perlawanan Perang Gerilya. Selama 7 bulan perang gerilya dengan rute kurang lebih 1.009 kilometer ini secara strategis merupakan kemenangan politis yang diakui PBB, bahwa RI masih ada dan taktis membuktikan Jenderal Sudirman adalah komandan lapangan, ahli strategi perang yang tangguh, disegani anak buah dan lawan.

Untuk melestarikan dan mewariskan nilai-nilai luhur perjuangan, pengabdian dan jasa Jenderal Sudirman kepada bangsa dan negara yang telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional, maka kediaman tersebut diabadikan sebagai Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Tata ruang dan koleksi Museum Jenderal Sudirman
Benda-benda koleksi otentik Panglima Besar Jenderal Sudirman yang digelar di ruang pameran yang semua merupakan kediaman resmi.

RUANG I: RUANG TAMU
Dipamerkan satu perangkat meja kursi berbentuk munton yang beralaskan babut yang dilengkapi dua lampu gantung model kuno, serasi dengan gedung yang telah berusia satu abad. Meja kursi yang sederhana ini mencerminkan kepribadian Pak Dirman yang sederhana, lebih mengutamakan kepentingan perjuangan bagi bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi. Di ruang ini Pak Dirman biasa menerima tamu pada waktu itu.

RUANG II: RUANG SANTAI
Terletak di tengah gedung, tidak hanya berfungsi sebagai ruang keluarga Jenderal Sudirman dalam membina dan mengasuh putra-putrinya, tetapi juga sebagai ruang tamu. Di ruang ini Jenderal Sudirman sering membicarakan masalah-masalah yang ada kaitannya dengan perjuangan bangsa Indonesia. Koleksi yang dipamerkan berupa raido kuno merk Philips dan benda pecah-belah yang pernah digunakan oleh keluarga Pak Dirman.

RUANG III: RUANG KERJA
Di ruang ini Pak Dirman menyelesaikan tugas-tugasnya dan mengatur kebijakan perjuangan TNI. Koleksi yang dipamerkan berupa:

  1. Meja kerja, meja kursi tamu, pesawat telepon, lemari arsip.
  2. Replika keris yang senantiasa dipakai Pak Dirman waktu memimpin perang gerilya.
  3. Padang Katana sewaktu menjadi Daidancho PETA.
  4. Senapan Lee Enfield (LE), Vickers dan SMR mitraliur.
  5. Piagam penghargaan dan tanda jasa yang dianugerahkan Pemerintah RI kepada Pak Dirman.

RUANG IV: RUANG TIDUR TAMU
Ruang ini dahulu berfungsi sebagai ruang tidur tamu, baik keluarga maupun teman-teman seperjuangan Pak Dirman. Perlakuan terhadap para tamu sungguh sangat terpuji. Pak Dirman tidak pernah membeda-bedakan para tamu, memperlakukan dan menghormati semua tamu dengan baik sehingga para tamu merasa betah seperti di rumah sendiri. Koleksi yang dipamerkan berupa tempat tidur, almari pakaian, kursi tamu dan lukisan pemandangan.

RUANG V: RUANG TIDUR PANGSAR JENDERAL SUDIRMAN
Ruang ini dipergunakan oleh Pak Dirman sebagai kamar tidur selama tinggal di gedung ini. Koleksi yang dipamerkan berupa tempat tidur, almari pakaian dan sebuah dipan kecil tempat sembahyang serta rekalnya. Pak Dirman dikenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana, yang teguh serta memiliki disiplin tinggi serta sebagai tokoh yang taat beragama, tidak pernah melupakan tugas kewajiban sebagai muslimin, yang taat menjalankan ibadah sholat lima waktu. Koleksi lain yang dipamerkan berupa patung lilin life size Pak Dirman duduk di kursi, lengkap dengan pakaian tradisional, ikat kepala, sandal asli yang pernah dipakai beliau, sebuah lukisan Pak Dirman beserta Ibu Sudirman dengan busana tradisional Jawa dan mesin jahit merk Singer yang merupakan benda kesayangan Ibu Dirman. Mesin jahit tersebut menjadi pelipur lara kesepian di kala Ibu Dirman ditinggal tugas sang suami tercinta dan sering dipergunakan Ibu Dirman untuk menjahit pakaian Pak Dirman serta pakaian putra-putri beliau.

RUANG VI: RUANG TIDUR PUTRA-PUTRI
Bersebelahan dengan ruang tidur Pak Dirman, terdapat sebuah kamar tidur putra-putri dari pernikahan dengan Siti Alfiah, yang dikaruniai sembilan orang anak. Perhatian dan kasih sayang Pak Dirman terhadap putra-putrinya sangat besar. Beliau sering menasehati putra-putrinya agar bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu agar kelak menjadi orang yang berguna bagi Nusa, Bangsa, dan Negara.

RUANG VII: RUANG SEKRETARIAT
Sewaktu Pak Dirman tinggal di sini, ruang ini dipergunakan sebagai ruang sekretariat. Saat ini dipakai sebagai ruang penyimpanan koleksi benda-benda sejarah yang erat hubungannya dengan jabatan Panglima Besar, berupa seperangkat meja kursi yang pernah dipakai Letkol Isdiman sewaktu mengusulkan Kolonel Sudirman untuk dipilih dan diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia dihadapan Pak Urip Sumoharjo dan Pak Gatot Subroto. Di dinding ruangan ini terpampang foto setengah badan Letkol Isdiman dan Sumpah Anggota Pimpinan Tentara.

RUANG VIII: RUANG PALAGAN AMBARAWA
Dipamerkan maket Palagan Ambarawa sebagai pertempuran yang membuktikan keunggulan strategi dan taktik Kolonel Sudirman yang turun langsung ke gelenggang untuk memimpin anak buah melawan tentara Sekutu yang memiliki persenjataan modern dan lengkap. Kemenangan pasukan TKR dan laskar rakyat merupakan peristiwa gemilang dalam sejarah perang kemerdekaan di Indonesia. Tentara Sekutu berhasil dipukul mundur ke arah Semarang dengan korban yang sangat besar. Di ruangan ini juga dipamerkan dua pucuk senjata mesin ringan.

RUANG IX: RUANG RS PANTI RAPIH
Panglima Besar Jenderal Sudirman yang selalu bekerja keras tanpa mengenal waktu, mulai terganggu kesehatannya. Dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa paru-parunya terserang penyakit, sehingga paru-paru yang sebelah kiri harus dioperasi di tengah-tengah situasi gejolak Angkatan Perang RI sedang menumpas pemberontakan PKI di Madiun pada akhir November 1948.

Pak Dirman menjalani operasi di RS Panti Rapih, Yogyakarta. Namun mengingat situasi negara bertambah gawat, maka tanpa menghiraukan rasa sakit Pak Dirman masih juga bekerja, mengatur dan menyusun strategi militer dengan para perwira lain sekalipun saat itu harus duduk di atas kursi roda. Peristiwa tersebut digambarkan menjadi diorama evokatif.

RUANG X: RUANG KOLEKSI KENDARAAN
Saat perang gerilya dari Yogyakarta sampai Kediri, Jawa Timur pulang pergi, Jenderal Sudirman pernah naik dokar, mobil serta dibawa dengan tandu yang digambarkan sebagai diorama evokatif.

RUANG XI: RUANG KOLEKSI GUNUNG KIDUL DAN SOBO
Sewaktu Pak Dirman memimpin gerilya, beliau pernah singgah beberapa hari di daerah Wonogiri, tepatnya daerah Semanu, Kabupaten Gunung Kidul. Selanjutnya gerilya bergerak ke timur sampai Kediri, Jawa Timur. Ke arah barat daya sampai di daerah Sobo, Pacitan. Di Sobo inilah Pak Dirman tinggal agak lama. Beliau mulai melaksanakan tugasnya sebagai Panglima Besar secara teratur. Perkembangan situasi politik di dalam dan di luar negeri diikuti dengan cermat dan teratur melalui radio dan surat kabar. Hubungan komando dengan para komandan lapangan TNI maupun PDRI di Sumatera Barat berjalan lancar. Sementara itu Pak Dirman berkesempatan pula menerima kunjungan beberapa orang menteri seperti Susanto Tirtoprodjo untuk membicarakan langkah perjuangan selanjutnya. Di tempat ini pula Pak Dirman menerima Caraka (utusan) Letkol Soeharto (Presiden RI ke-2) yang melaporkan rencana serangan umum terhadap Yogyakarta. Serangan umum yang dilancarkan pada tanggal 1 Maret 1949 berhasil dengan baik dan berpengaruh besar terhadap dunia internasional. Keberhasilan serangan umum itu membuktikan kepada dunia, khususnya Belanda bahwa Republik Indonesia masih ada dan TNI sebagai kekuatan bersenjata masih meneruskan perjuangan mempertahankan Negara Republik Indonesia.

RUANG XII: RUANG DIORAMA
Menggambarkan saat Pangsar Jenderal Sudirman bermarkas di daerah Sobo sejak 1 April hingga 7 Juli 1949. Di ruang ini juga dipamerkan tandu yang digunakan Pangsar Jenderal Sudirman dalam Perang Gerilya dari Kretek menuju Playen, Gunung Kidul dan Route Gerilya dari Yogya sampai Kediri.

RUANG XIII: RUANG KOLEKSI PRIBADI
Jenderal Sudirman telah tiada. Namun jasa-jasanya senantiasa dikenang oleh seluruh bangsa Indonesia sepanjang zaman. Suatu hal yang harus dimaknai oleh generasi penerus Indonesia yaitu keyakinan dalam amanat, ‘Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasad ini, tetapi jiwaku yang dilindungi benteng Merah Putih akan tetap hidup, tetap menuntut bela siapapun lawan yang akan dihadapi.’

RUANG XIV: RUANG DOKUMENTASI
Koleksi yang dipamerkan berupa dokumentasi foto Perang Gerilya, menjabat Panglima Besar hingga pemakaman Jenderal Sudirman di TMP Kusuma Negara Yogyakarta.

PRIBADI DAN KEPEMIMPINAN PANGLIMA BESAR JENDERAL SUDIRMAN

  1. TAKWA DAN LOYAL
  2. JUJUR DAN MEMBIMBING
  3. SEDERHANA DAN TIDAK MENONJOLKAN DIRI
  4. PENDIAM DAN BERBICARA MEMIKAT PENDENGAR
  5. PENDIRIAN KUAT DAN DISIPLIN TERHADAP KEPUTUSAN MUSYAWARAH
  6. TABAH DAN SABAR MENGHADAPI SITUASI
  7. MENOMORSATUKAN KEPENTINGAN NASIONAL
Layanan Yang Tersedia
Bisa Grup
Area Parkir
Toilet




museum lainnya

Museum Dewantara Kirti Griya
Jalan Taman Siswa 31, Kecamatan Mergangsan, Daerah Istimewa Yogyakarta 55151, Indonesia
Museum Diponegoro
3.03
Jalan Pangeran Diponegoro 76, Kecamatan Magelang Tengah, Jawa Tengah 56121, Indonesia
Museum Sudirman
Jalan Ade Irma Suryani No. C7, Kecamatan Magelang Utara, Jawa Tengah 56116, Indonesia
Museum Haji Widayat
Jalan Soekarno Hatta 32, Mungkid, Jawa Tengah 56511, Indonesia


Kategori lainnya