Museum Dewantara Kirti Griya yang beralamat di Jalan Tamansiswa No.25, Wirogunan, Mergangsan, Yogyakarta, dahulu merupakan kediaman Ki Hajar Dewantara. Bangunan bergaya indis (perpaduan arsitektur Eropa dan Jawa) ini dibangun pada 1915.
Sebelum ditempati Ki Hajar Dewantara, bangunan ini milik Mas Ajeng Ramsinah, seorang janda penguasa perkebunan Belanda. Bangunan kemudian dibeli Tamansiswa pada 14 Agustus 1934 seharga f 3.000,00 (tiga ribu gulden). Pada 18 Agustus 1951, bangunan tersebut dihibahkan kepada Yayasan Tamansiswa.
Pada perayaan ulang tahun pernikahan emasnya dengan Nyi Hajar Dewantara tanggal 3 November 1957, Ki Hajar Dewantara menerima persembahan bakti dari para alumni dan pecinta Tamansiswa berupa rumah tinggal di Jalan Kusumanegara 131, yang diberi nama “Padepokan Ki Hajar Dewantara “.
Ketika rapat Pamong (Guru) Tamansiswa tahun 1958, Ki Hajar Dewantara mencetuskan gagasan agar rumahnya di kompleks Perguruan Tamansiswa dijadikan museum. Pada waktu yang sama, Ki Hajar Dewantara merumuskan sebuah konsep kebudayaan berbunyi, “Kemajuan suatu kebudayaan adalah merupakan suatu kelanjutan langkah dari kebudayaan itu sendiri (kontinuitas), menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentrisitas)”. Konsep tersebut terkenal dengan sebutan “TRIKON”.
Cita-cita Ki Hajar Dewantara untuk menjadikan rumahnya sebagai museum akhirnya terwujud pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 1970. Museum diresmikan dengan nama “Dewantara Kirti Griya” artinya rumah yang berisi hasil kerja Ki Hajar Dewantara. Nama tersebut pemberian Hadiwidjono, seorang ahli bahasa Jawa
Peresmian museum dilakukan oleh Nyi Hajar Dewantara. Peresmian ditandai dengan sengkalan berbunyi ”miyat ngaluhur trusing budi” yang menunjukkan angka 1902 Saka atau 2 Mei 1970. Sengkalan tersebut mengandung makna bahwa para pengunjung diharapkan dapat mempelajari, memahami, dan kemudian mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya ke dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Museum Dewantara Kirti Griya ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 243/M/2015.
Koleksi Museum Dewantara Kirti Griya
Museum Dewantara Kirti Griya menyimpan benda-benda peninggalan Ki Hajar Dewantara semasa hidupnya. Benda-benda tersebut kini menjadi koleksi berharga yang menjadi sumber belajar bagi generasi bangsa, antara lain:
Surat-surat Ki Hajar Dewantara
Surat-surat penting saksi perjuangan Ki Hajar Dewantara yang dikoleksi museum ini yaikni 1) Surat penangkapan “Tiga Serangkai” (Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Raden Mas Suwardi Suryaningrat yang kemudian dikenal dengan Ki Hajar Dewantara) pada tahun 1931; 2) Surat penangkapan Raden Mas Suwardi Suryaningrat di Semarang pada 1920, dan Wilde School Ordonantie 1932. Selain kedua surat tersebut, ada sebanyak 879 pucuk surat lainnya yang menjadi koleksi museum.
Perlengkapan Rumah Tangga
Perlengkapan rumah tangga koleksi museum antara lain tempat tidur, meja tulis, meja kursi tamu, pesawat telepon buatan Kellog 1927 Swedia, lemari buku, radio, dan lemari pakaian. Semua perlengkapan tersebut sudah ada sebelum Ki Hajar Dewantara menempati rumahnya (sekarang menjadi museum Dewantara Kirti Griya).
Foto dan Film
Museum menyimpan foto-foto dan film. Di antaranya satu film berjudul “Ki Hajar Dewantara, Pahlawan Nasional” yang diproduksi oleh Perum PFN pada 1960.
Buku
Ada 2.341 judul buku yang menjadi koleksi museum. Buku-buku tersebut bertema ketamansiswaan, politik, kebudayaan, dan pendidikan. Selain itu di perpustakaan museum juga terdapat koleksi buku bertema Sastra Daerah Jawa (3560 judul), Melayu (432 judul), dan Bahasa Belanda (3789 judul).