Pangeran Diponegoro adalah salah satu pahlawan Nasional Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta. Beliau merupakan aktor utama dibalik perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajah Belanda pada tanggal 27 Juli 1825, yang disebut dengan perang Diponegoro.
Untuk mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro, terdapat sebuah museum bernanama Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegro yang berada di Jl. Pangeran Diponegoro No. 1 Magelang, Jawa Tengah. Ruangan yang dijadikan museum ini, adalah ruangan diamana Pangeran Diponegoro dijebak oleh Belanda setelah perundingan dengan Jendral De Kock .Setelah ditangkap, beliau dibawa ke Semarang kemudian diasingkan ke Manado hingga meninggal di tempat pembuangan di Makassar.
Sebelum masuk ruangan, sebelumnya kita akan menemukan seperti papan kecil di kiri pintu masuk, yang bertuliskan “Diponegoro, lahir di Yogyakarta, 11 November 1785, mulai peperangan di Tegalrejo 20 Juli 1825. Kena siasat Belanda, Magelang 28 Maret 1830. Wafat Makasar 8 Januari 1855”.
Ruangan yang hanya berukuran 6×6 m ini, berisi beberapa barang-barang penting yang digunakan Pangeran Diponegoro semasa hidupnya. Sebuah meja ,3 buah kursi dan 1 lemari kaca berisi kursi adalah barang yang pertama terlihat ketika masuk ruangan museum ini. Meja dan kursi tersebut, merupakan tempat perundingan antara Pangeran Diponegoro dan Jendral De Kock sebelum Pangeran Diponegoro dijebak.
Kursi yang digunakan Pangeran Diponegoro menghadap ke arah barat berada dalam lemari kaca dan sekarang ditutup oleh kain putih. Ketika perundingan, posisi Pangeran Diponegoro berhadapan dengan Jendral De Kock, dan disamping keduanya adalah penerjemah bahasa. Ada hal yang menarik di kursi Pangeran Diponegoro, yaitu terdapat bekas cengkraman tangan Pangeran Diponegoro di pegangan kursi bagian kanan. Konon bekas cengkraman tersebut dikarenakan kemarahan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda.
Selain itu, terdapat juga Bale-bale (seperti tikar bambu) dan juga sebuah kitab Ta’rib yang digunakan Pangeran Diponegoro untuk beribadah.
Jubah yang digunakan Pangeran Diponegoro ketika berunding juga ditampilkan dalam museum ini. Jubah ini dulunya berwarna putih, dan juga ada bercak-bercak darah dibeberapa bagian, namun karena sudah termakan usia warna jubah tersebut menjadi pudar.Jubah berbahan kain Santung dari Tiongkok ini, berukuran tinggi sekitar 160 cm.
Disalah satu lemari, terdapat 2 buah teko berukuran kecil dan besar beserta 7 buah cangkir putih. Benda-benda ini adalah milik pribadi Pangeran Diponegoro yang dipakai sewaktu beliau masih di Bantul, yang digunakan untuk diisi minuman kegemaran beliau, seperti wedang jahe, air dlingo bengle, dan air dadap serep.
Di dinding ruangan museum ini, dihiasi beberapa lukisan perjalanan Pangeran Diponegoro. Salah satunya adalah lukisan karya Raden Saleh, yang menceritakan penangkapan Pangeran Diponegoro di depan gedung Karisidenan. Kemudian lukisan Pangeran Diponegoro ketika menunggangi kuda Kyai Gentayu, karya Hendrajasmoko. Dan lukisan foto close up Pangeran Diponegoro ketika berusia 35 tahun, yang dilukis oleh seorang Belanda.
Selain museum, terdapat pula perpustakaan di bagian utara kawasan Bakorwil ini. Di dalam perpustakaan ini, terdapat banyak buku tentang sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro selama hidupnya.
Untuk anda yang suka tentang sejarah dan ingin mengetahui perjalanan hidup Pangeran Diponegoro, museum ini sangat pas untuk dikunjungi.