Gedong Kirtya disebut juga Museum Gedong Kirtya atau Perpustakaan Gedong Kirtya adalah perpustakaan lontar yang beralamat di Jalan Veteran, No. 20, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Didirikan pada tanggal 2 Juni 1928 dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 14 September 1928 oleh bangsa Belanda di Singaraja, Bali, yang pada waktu itu berfungsi sebagai ibu kota Sunda kecil. Kata “kirtya” diusulkan oleh I Gusti Putu Djelantik, Raja Buleleng ketika itu; kirtya berakar kata “kr”, menjadi “krtya”, sebuah kata dari bahasa Sanskerta yang mengandung arti “usaha” atau “jerih payah”. Gedung ini terletak di kompleks Sasana Budaya, yang merupakan istana tua kerajaan Buleleng. Museum ini memiliki luas lahan 300 meter persegi.[1]
Di perpustakaan ini, terdapat ribuan koleksi manuskrip daun lontar, prasasti, manuskrip kertas dalam bahasa Bali dan huruf Romawi termasuk dokumen-dokumen dari zaman kolonial (1901-1953) yang tersimpan rapi dalam kotak yang disebut keropak yang panjangnya sekitar 60 centimeter. Semua tersusun rapi berdasarkan kelompok atau klasifikasi. Barisan paling atas Lontar Sasak, isinya tentang budaya Sasak. Kemudian Matrastawa (mantra/puja/weda), Niticastra (etik), Wariga (astronomi dan astrologi), Tutur (petuah), Usadha (pengobatan tradisional), Geguritan (kidung), Babad Pamancangah (sejarah), Satua (cerita rakyat). Semua lontar berbahasa Jawa kuno dan Sanskerta. Hanya dalam Lontar Satua menggunakan bahasa Bali.
Museum ini sebelumnya dikenal dengan nama “Kirtya Liefrinck Van der Tuuk” mengacu pada Liefrinck Van der Tuuk, seorang asistan resident pemerintah Belanda di Bali yang juga sangat tertarik dengan kebudayaan Bali dan Lombok.