P. Jilis Verheijen SVD, antropolog dan pakar linguistik adalah yang pertama kali membagi wilayah daerah bahasa Manggarai ke dalam 4 bagian: dialek barat, timur, tengah dan dialek SH. Di bagian barat ada dialek Kempo, Boleng, Matawae, Welak dan dialek Komodo di pulau Komodo. Bagian Manggarai tengah menggunakan bahasa Manggarai “murni” dan dianggap sebagai monodialektis dengan aksen yang spesifikal sekali. Di bagian timur kita temukan dialek dan bahasa-bahasa Rongga, Mbaen, Bai’/Toe’, Pae’, Rembong dan Ning, masing-masing dengan spesifik yang memuat pengaruh besar dari bahasa-bahasa Flores Tengah, seperti Ngada, Nage Keo dan Lio. Dialek SH lebih mengacu kepada daerah-daerah Kolang, Pacar, Berit, Rego dan Nggalak, di mana huruf “S” dari bahasa Manggarai diucapkan sebagai “H”. Misalnya: “salang” (jalan) diucapkan “halang”. Semua bahasa dan dialek di atas memiliki struktur dan gramatika yang mirip dengan bahasa induk (Manggarai), meskipun banyak perbedaan dalam kosakata, lafal dan pengucapan. Demikianlah, bahasa memiliki tiga peranan penting dalam struktur sosial: sebagai bagian integral dari budaya tersebut, sebagai indeks atau tanda pengenal dan sebagai simbol ideologi masyarakat.